PUNGGAWANEWS – Transformasi birokrasi Indonesia menuju pemerintahan yang dinamis, adaptif, dan berorientasi hasil, tak bisa lagi dilakukan dengan cara-cara lama. Di tengah cepatnya perubahan teknologi, kebijakan yang terus bergulir, dan dinamika sosial-politik yang tak menentu, aparatur sipil negara (ASN) dituntut bukan hanya sekadar melaksanakan tugas administratif. Mereka harus menjadi pembelajar aktif, kreatif, dan inovatif.
Dalam menghadapi tantangan kepemimpinan birokrasi yang semakin kompleks dan dinamis, Lembaga Administrasi Negara (LAN) memegang peran sentral dalam menyiapkan sumber daya aparatur yang tangguh dan adaptif. Salah satu kekuatan utama dalam proses ini adalah Widyaiswara (WI) para penggerak pembelajaran dan agen transformasi dalam penyelenggaraan pelatihan kepemimpinan ASN. WI bukan sekadar pengajar dalam pelatihan, tetapi fasilitator pembelajaran strategis, akselerator perubahan, sekaligus penanam nilai-nilai kepemimpinan dan integritas. WI menjadi penggerak utama transformasi kepemimpinan ASN melalui proses pembelajaran yang lebih inovatif, kontekstual, dan berdampak nyata di lapangan
Di berbagai negara seperti Singapura, Finlandia, hingga Korea Selatan, peran WI setara dengan learning leader mereka tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga membangun ekosistem belajar yang kolaboratif dan partisipatif. Mereka juga menjadi penghubung antara kebijakan pusat dan praktik di unit kerja, memastikan bahwa nilai-nilai ASN akuntabel, harmonis, berorientasi pelayanan—benar-benar terinternalisasi dalam budaya kerja
Tantangan yang dihadapi bagi WI di Indonesia tidaklah ringan. Kapasitas dan kompetensi WI masih belum merata. Masih banyak WI yang belum menguasai pendekatan andragogi yang relevan dengan konteks ASN, belum sepenuhnya familier dengan teknologi pembelajaran digital, atau kurang dalam substansi kepemimpinan transformatif. Penelitian Norhayah (2024) dan Tunsiah & Sheila Nuraisha (2025) memperkuat temuan ini bahwa banyak WI belum memiliki bekal pengetahuan dan keahlian memadai, bahkan masih terjebak dalam rutinitas dikjartih tanpa penguatan aspek profesionalisme. Lebih menyedihkan lagi, ada stigma bahwa jabatan WI hanya “persinggahan menjelang pensiun”. Ketimpangan ini jika tidak diatasi secara sistematis, akan menjadi kendala besar dalam mewujudkan pembelajaran yang inovatif, kontekstual, dan berdampak.
Sejalan dengan semangat reformasi birokrasi, LAN telah menetapkan visinya untuk menjadi institusi pembelajar berkelas dunia yang mampu mencetak pemimpin transformatif. Untuk menjawab tantangan ini, LAN merumuskan strategi besar yang dikemas dalam semangat Bigger, Smarter, Better, yang bukan sekadar slogan, tetapi merupakan arah strategis sekaligus komitmen institusional. Dalam konteks peningkatan kapasitas WI, ketiga unsur tersebut memberi arah yang jelas dalam proses penguatan kompetensi secara berkelanjutan.
Bigger: Memperluas Jangkauan dan Ketersediaan Sumber Daya
Dimensi Bigger dalam konteks penguatan WI merujuk pada upaya untuk memperluas jangkauan pemerataan kompetensi dan akses terhadap pelatihan yang relevan. Saat ini, banyak WI di berbagai daerah masih terkendala keterbatasan sumber belajar, minimnya akses terhadap pelatihan lanjutan, dan kurangnya keterhubungan dengan komunitas profesional yang lebih luas. Padahal, untuk menjadi fasilitator pembelajaran yang efektif, WI perlu senantiasa mengembangkan dirinya secara konsisten dan terbuka terhadap pengetahuan baru.

Strategi untuk mengatasi hal ini antara lain dengan membangun ekosistem pembelajaran WI berbasis kolaborasi nasional. LAN dapat mendorong penyelenggaraan program “WI Goes Regional” atau “Jejaring WI Nusantara” yang mempertemukan WI dari berbagai wilayah dalam forum belajar yang berkelanjutan. Di dalamnya terdapat pertukaran praktik baik, studi kasus kepemimpinan, serta diskusi tentang tantangan lokal yang dibingkai dalam pendekatan kontekstual. Dengan demikian, WI di daerah tidak lagi merasa terisolasi, tetapi menjadi bagian dari gerakan besar yang saling belajar dan bertumbuh.
Selain itu, perluasan jumlah pelatihan daring berbasis Learning Management System (LMS) yang ramah pengguna juga menjadi kunci. LMS harus mampu menjangkau WI di seluruh pelosok Indonesia, termasuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Dalam sistem ini, materi pembelajaran disusun secara modular, interaktif, dan adaptif terhadap kebutuhan individual. LAN dapat bermitra dengan berbagai institusi, termasuk universitas dan sektor swasta, untuk memperkaya konten dan memperluas cakupan materi.
Smarter: Mengasah Kompetensi yang Relevan dan Terkini
Aspek Smarter menekankan pada peningkatan kualitas kompetensi WI yang tidak hanya mahir dalam menyampaikan materi, tetapi juga mampu mengelola proses pembelajaran berbasis pengalaman, refleksi, dan transformasi. WI masa kini tidak lagi cukup sekadar menjadi pengajar; ia harus mampu menjadi fasilitator dialog, coach, dan mentor yang membantu peserta menemukan makna dari proses belajar dan mengaplikasikannya dalam konteks kerja nyata.
Smarter mencerminkan pentingnya pendekatan berbasis data dan pemetaan kompetensi yang presisi. Pelatihan untuk WI tidak bisa lagi generik, melainkan harus berbasis pemetaan potensi dan kebutuhan, baik dari sisi andragogi, substansi, maupun teknologi. Dengan pendekatan ini, setiap WI dapat memperoleh pelatihan yang relevan, personal, dan kontekstual—sehingga mereka tumbuh sebagai fasilitator yang piawai, bukan sekadar penyampai materi.
Untuk itu, strategi peningkatan kapasitas WI pada pilar Smarter harus diarahkan pada tiga hal utama: andragogi transformatif, penguasaan substansi kepemimpinan adaptif, dan integrasi teknologi digital.
Pertama, dalam hal andragogi transformatif, WI perlu dibekali dengan pendekatan andragogi dan heutagogi yang berfokus pada pembelajaran orang dewasa yang otonom dan reflektif. Model pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning), studi kasus (case-based learning), hingga simulasi kepemimpinan menjadi metode yang harus dikuasai. Pelatihan metodologi fasilitasi, coaching for learning, dan desain pembelajaran kolaboratif adalah investasi penting.
Kedua, dalam penguasaan substansi, widyaiswara perlu terus memperbarui pemahamannya tentang kepemimpinan sektor publik yang relevan dengan isu kontemporer. Isu-isu seperti digitalisasi layanan publik, kepemimpinan etis, tata kelola kolaboratif, dan manajemen perubahan harus menjadi bagian dari kurikulum internal WI. LAN perlu memastikan bahwa WI memiliki akses terhadap sumber data terbaru, hasil riset kebijakan, serta kesempatan magang di instansi yang menjalankan praktik inovatif.
Ketiga, dalam aspek teknologi, WI harus mampu merancang dan mengelola pembelajaran berbasis digital. Penguasaan aplikasi desain interaktif, platform LMS, hingga pemanfaatan media sosial untuk refleksi pembelajaran adalah keharusan. Kesenjangan literasi digital yang masih tinggi di antara sebagian WI perlu dijawab dengan program pelatihan teknis secara sistematik dan berjenjang, dari dasar hingga lanjutan.
Better: Membangun Etos Profesional dan Dampak Nyata
Akhirnya, pilar Better merujuk pada penciptaan budaya kerja profesional yang berorientasi pada hasil dan berdampak langsung pada transformasi kepemimpinan peserta. Better mengacu pada kualitas. WI tidak hanya diukur dari jumlah jam mengajar, tetapi dari inovasi yang mereka ciptakan, kualitas desain pembelajaran, dan dari kontribusinya dalam perubahan perilaku kepemimpinan peserta pasca pelatihan. WI juga harus dibekali kemampuan coaching dan mentoring agar dapat mencetak pemimpin-pemimpin ASN yang tangguh dan adaptif. Oleh karena itu, perlu ada sistem monitoring dan evaluasi berbasis dampak (impact-based assessment) yang melibatkan stakeholder pengguna lulusan pelatihan.
Etos profesional WI juga ditentukan oleh kemauan untuk terus belajar dan membagikan pengetahuan. Untuk mewujudkan hal ini, LAN perlu mengembangkan sistem pengembangan karier WI yang berbasis kinerja dan inovasi, memperkuat peer mentoring, dan menciptakan ruang kolaborasi lintas instansi dan wilayah. WI yang menghasilkan karya tulis ilmiah, modul inovatif, atau proyek pengembangan kepemimpinan peserta yang sukses harus diberi penghargaan dalam bentuk rekognisi nasional, akses beasiswa, atau fasilitasi pengembangan profesional berkelanjutan.
Lebih jauh, untuk memperkuat dampak, WI juga perlu lebih dekat dengan praktik lapangan. Dalam desain pelatihan kepemimpinan, keterlibatan WI dalam mendampingi proyek perubahan di instansi peserta menjadi hal yang vital. Melalui keterlibatan ini, WI tidak hanya menjadi fasilitator di ruang kelas, tetapi juga mitra strategis dalam proses transformasi birokrasi di lapangan. Pendekatan ini juga memperkaya wawasan kontekstual WI dan memperkuat kredibilitasnya di mata peserta.
Penutup: Sinergi Menuju Transformasi
Transformasi kapasitas dan kompetensi WI tidak dapat dilakukan secara parsial. Dibutuhkan sinergi antara berbagai unit kerja di LAN, lembaga pelatihan pemerintah daerah, kementerian/lembaga pengguna lulusan, dan komunitas profesi. LAN harus menjadi penggerak utama, tetapi sekaligus membuka ruang kolaborasi yang luas.
Tagline Bigger, Smarter, Better bukan hanya tujuan, tetapi juga proses. Untuk menjadi bigger, LAN dan WI harus membuka diri terhadap keberagaman dan memperluas jejaring. Untuk menjadi smarter, perlu ada pembelajaran terus-menerus yang dinamis dan kontekstual. Dan untuk menjadi better, seluruh proses penguatan harus berorientasi pada dampak terutama dalam mencetak pemimpin ASN yang jujur, melayani, adaptif, dan visioner.
Transformasi pembelajaran ASN bukan lagi pilihan, tapi sebuah keniscayaan. Dan di garis depan perubahan itu, Widyaiswara memegang peran strategis sebagai pengarah, pemandu, dan penginspirasi. Dengan memperkuat kualitas dan kapasitas WI secara sistematis dan terstruktur, Indonesia tidak hanya mencetak ASN yang mumpuni, tetapi juga memastikan LAN benar-benar menjadi Leadership Centre of Excellence yang layak disandingkan dengan institusi pelatihan publik kelas dunia. Tidak hanya di atas kertas, tetapi nyata dalam perubahan wajah birokrasi Indonesia menuju lebih profesional, efektif, dan bermartabat

Profil Penulis
Milawaty
Widyaiswara Muda – Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Manajemen Pemerintahan
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.