PUNGGAWANEWS, OPINI – Tagline “Dikerja Bukan Dicerita” yang digaungkan oleh Bupati Bulukumba, Andi Muchtar Ali Yusuf, bukan sekadar slogan. Ia mencerminkan sebuah semangat kepemimpinan yang menolak gemerlap pencitraan, dan justru menempatkan kerja nyata sebagai fondasi utama dalam membangun kepercayaan publik. Di tengah maraknya retorika politik yang sering kali hanya berhenti di permukaan, pendekatan ini terasa menyegarkan sekaligus menggugah.
Sebagai seorang akademisi yang mempelajari teori-teori kepemimpinan dan manajemen publik, saya melihat pendekatan ini mendekati konsep leadership by example. Bupati Andi Muchtar menempatkan dirinya sebagai pemimpin yang tidak sekadar memberi instruksi, melainkan ikut bergerak, turun tangan, dan berani mengambil tanggung jawab terhadap apa yang dikerjakan pemerintahannya. Ini merupakan ciri kepemimpinan transformatif, yang membangun perubahan dengan teladan, bukan hanya perintah.
Fenomena kepemimpinan beliau menjadi perbincangan tidak hanya di lingkup Bulukumba, tetapi juga mulai menarik perhatian publik Sulawesi Selatan. Banyak yang mulai mengamati dan mengapresiasi langkah-langkah kebijakan yang berdampak langsung pada masyarakat—baik dari sisi pembangunan infrastruktur, penataan layanan publik, maupun penguatan ekonomi lokal. Yang menarik, semua ini berjalan tanpa ekspos berlebihan. Ia memilih diam, tetapi bekerja. Dan itu justru menjadi kekuatan utamanya.
Namun demikian, dalam konteks pemerintahan yang sehat dan demokratis, cerita tetap penting. Cerita bukan untuk membanggakan diri, tetapi sebagai bentuk transparansi, akuntabilitas, dan media pendidikan publik. Oleh karena itu, saya melihat bahwa tagline ini bukan menghilangkan pentingnya komunikasi, tetapi lebih sebagai kritik terhadap kecenderungan pemimpin yang hanya berhenti pada narasi, tanpa bukti konkret di lapangan.
Saya berharap, semangat “Dikerja Bukan Dicerita” ini tidak berhenti sebagai identitas Bulukumba semata, tetapi menjadi inspirasi bagi seluruh kepala daerah di Sulawesi Selatan. Masyarakat kita butuh lebih banyak pemimpin yang menanam benih kerja, bukan hanya menjual mimpi. Butuh pemimpin yang membangun daerahnya dengan kesungguhan, bukan dengan kemasan pencitraan.
Sulawesi Selatan saat ini berada dalam fase penting pembangunan. Butuh lompatan kepemimpinan yang berani, bersih, dan berpihak pada rakyat kecil. Dalam konteks ini, sosok Andi Muchtar Ali Yusuf telah menunjukkan bahwa kepemimpinan daerah bisa menghadirkan perubahan, tanpa harus banyak bicara. Ia bekerja, dan membiarkan hasilnya yang berbicara.
Sebagai akademisi, saya percaya bahwa kepemimpinan sejati adalah yang memberi dampak bukan hanya pada data statistik, tapi pada kehidupan nyata rakyat. Mudah-mudahan, apa yang dilakukan di Bulukumba saat ini bisa menjadi katalis bagi lahirnya generasi pemimpin baru di Sulawesi Selatan: mereka yang memilih bekerja, bukan bercerita.
Oleh : A. Anwar Ishar, Akademisi di Makassar
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.