Tren pewarnaan rambut kini bukan lagi milik kalangan muda. Dari sekadar menutupi uban hingga mengekspresikan diri, praktik ini semakin populer. Namun, bagaimana Islam memandang hal ini? Berikut panduan lengkapnya.


PUNGGAWANEWS, Di tengah tren kecantikan dan perawatan diri yang terus berkembang, mewarnai rambut telah menjadi bagian dari rutinitas grooming banyak orang. Motivasinya beragam—ada yang ingin tampil lebih muda dengan menutupi uban, ada yang sekadar mengikuti tren fashion, dan ada pula yang menjadikannya sebagai bentuk ekspresi diri.

Namun bagi umat Muslim, setiap tindakan yang menyangkut tubuh selalu memicu pertanyaan: apakah ini sesuai dengan ajaran agama? Apakah ada batasan tertentu yang harus dipatuhi?

Untuk menjawab pertanyaan ini, tiga ulama terkemuka—Ustaz Abdul Somad, Ustaz Khalid Basalamah, dan Buya Yahya—memberikan perspektif yang komprehensif tentang hukum mewarnai rambut dalam Islam.

Ajaran Nabi tentang Pewarnaan Rambut

Penggunaan Henna: Tradisi yang Dianjurkan

Menurut Ustaz Abdul Somad, praktik mewarnai rambut sebenarnya sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Bahkan, Nabi sendiri pernah memerintahkan sahabatnya untuk mewarnai rambut.

“Nabi menyuruh Abu Quhafah, ayah dari Abu Bakar, untuk mewarnai rambutnya menggunakan inai atau henna,” jelas Ustaz Abdul Somad.

Henna adalah pewarna alami yang berasal dari daun pacar yang dihaluskan menjadi tepung. Setelah dicampur air dan dioleskan ke rambut dengan sisir, kemudian didiamkan semalam, warna rambut akan berubah menjadi coklat kemerahan atau mahogani.

“Cara penggunaannya sederhana: henna dicampur air, dioleskan dengan sisir, lalu dibungkus dengan kain. Keesokan harinya, rambut akan berubah warna menjadi coklat tua yang natural,” tambahnya.

Larangan Warna Hitam Pekat

Yang menarik, ada satu warna yang secara eksplisit dilarang oleh Nabi: hitam pekat. Ustaz Abdul Somad menjelaskan latar belakang larangan ini.

“Di zaman Nabi, warna hitam sering digunakan untuk menipu. Misalnya, pria berusia 70 tahun yang ingin menikahi gadis 17 tahun akan mewarnai rambutnya hitam agar tampak muda. Setelah seminggu menikah, akar rambut putihnya mulai terlihat—barulah ketahuan penipuannya,” ungkapnya.

Namun, ada pengecualian penting. Dalam konteks strategi perang, penggunaan warna hitam diperbolehkan. “Jika pasukan kita banyak yang sudah tua, mereka boleh mewarnai rambut hitam agar musuh mengira pasukan kita penuh dengan prajurit muda dan kuat,” jelas Ustaz Abdul Somad.

Keutamaan Membiarkan Uban Alami

Ustaz Khalid Basalamah menyoroti aspek spiritual dari uban yang dibiarkan apa adanya. Beliau mengutip hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

“Barangsiapa beruban dalam keadaan Islam, maka uban tersebut akan menjadi cahaya yang terang baginya pada hari kiamat.”

Ini menunjukkan bahwa membiarkan uban dalam warna aslinya memiliki keutamaan tersendiri—sebagai bentuk menerima tanda-tanda penuaan dengan ikhlas dan sebagai investasi pahala di akhirat.

Pilihan Bagi yang Ingin Menutupi Uban

Meski demikian, Islam tidak melarang seseorang untuk menutupi uban. Ustaz Khalid Basalamah menegaskan bahwa pewarnaan dengan henna atau warna coklat kemerahan tetap diperbolehkan.

“Nabi memerintahkan Abu Bakar untuk meletakkan henna di janggut dan rambut ayahnya. Begitu juga dengan Abdullah bin Umar yang disuruh mewarnai janggutnya yang telah memutih dengan warna coklat kemerahan,” jelasnya.

Jadi, bagi yang merasa tidak nyaman dengan uban, masih ada opsi untuk menutupinya dengan warna alami tanpa kehilangan keutamaan spiritual, meskipun tidak mendapat pahala khusus seperti mereka yang membiarkan ubannya.

Mewarnai Rambut Sekadar Mengikuti Tren

Bagaimana dengan orang yang mewarnai rambut bukan karena uban, melainkan sekadar ikut tren atau gaya semata? Buya Yahya memberikan pencerahan tentang hal ini.

Prinsip Dasar Pewarnaan

“Para ulama sepakat bahwa menyemir rambut hitam dengan warna hitam tidak diperkenankan. Baik itu rambut yang awalnya hitam maupun yang sudah berubah warna,” tegas Buya Yahya.

Untuk warna selain hitam, Buya Yahya mengingatkan agar tidak sembarangan mengambil fatwa. “Mewarnai dengan warna selain hitam memang dibolehkan, tetapi harus ada sambungan kepada Nabi—yaitu menggunakan henna seperti yang dilakukan Rasulullah, bukan sekadar mengikuti hawa nafsu atau tren.”

Konteks Sosial dan Budaya

Buya Yahya juga menekankan pentingnya mempertimbangkan konteks sosial. “Pewarnaan rambut selain hitam diperbolehkan dengan catatan: di tempat tersebut, praktik ini bukan menjadi ciri khas atau identitas orang-orang yang tidak beriman.”

Artinya, jika pewarnaan rambut dengan warna-warna mencolok menjadi simbol budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, maka sebaiknya dihindari.

Pengecualian dalam Situasi Tertentu

Imam Bukhawi dan Imam Nawawi dalam salah satu pendapatnya menyatakan bahwa masalah pewarnaan rambut menjadi lebih ringan jika ada kebutuhan.

Contoh yang paling jelas adalah dalam konteks perang. “Jika seorang prajurit yang sudah beruban ingin tampak lebih muda dan kuat agar tidak dianggap ringkih oleh musuh, menggunakan warna hitam diperbolehkan,” jelas Buya Yahya.

Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, hukum bisa bersifat fleksibel tergantung pada konteks dan niat.

Panduan Praktis Mewarnai Rambut Sesuai Syariat

Berdasarkan penjelasan ketiga ulama di atas, berikut panduan praktis yang bisa dijadikan pegangan:

Untuk Pria dan Wanita yang Beruban:

  1. Pilihan terbaik: Biarkan uban apa adanya untuk mendapat pahala cahaya di akhirat
  2. Alternatif halal: Gunakan henna atau pewarna coklat kemerahan yang alami
  3. Yang dilarang: Mewarnai dengan hitam pekat, terutama jika niatnya menipu usia

Untuk yang Sekadar Mengikuti Tren:

  1. Warna hitam pekat: Sebaiknya dihindari
  2. Warna-warna lain: Boleh dengan catatan:
    • Bukan meniru identitas budaya yang bertentangan dengan Islam
    • Dilakukan dengan niat yang baik, bukan sekadar ikut-ikutan
    • Tidak berlebihan hingga menyerupai lawan jenis

Pengecualian Khusus:

  • Dalam situasi darurat atau kebutuhan mendesak (seperti strategi perang atau keperluan profesi tertentu), aturan bisa lebih fleksibel
  • Untuk keperluan medis (misalnya pasca kemoterapi), konsultasikan dengan ulama

Kesimpulan: Niat dan Adab dalam Berhias

Pada akhirnya, mewarnai rambut dalam Islam bukan sekadar persoalan warna apa yang dipilih, melainkan tentang niat dan adab dalam berhias.

Jika dilakukan dengan niat yang lurus—bukan untuk menipu, bukan sekadar ikut tren tanpa landasan, dan tetap dalam koridor yang dibolehkan—maka pewarnaan rambut bisa menjadi bagian dari merawat diri yang sejalan dengan ajaran Nabi.

Sebaliknya, jika dilakukan dengan niat yang salah atau melanggar larangan yang jelas, maka yang tadinya niat berhias justru bisa berubah menjadi sesuatu yang tidak diridhai.

Tips Memilih Pewarna Rambut yang Islami:

  • Prioritaskan bahan alami seperti henna atau pewarna berbahan herbal
  • Pilih warna yang tidak mencolok dan sesuai dengan fitrah
  • Pastikan bahan pewarna tidak mengandung zat najis yang bisa menghalangi air wudhu
  • Konsultasikan dengan ahli jika ragu tentang jenis pewarna tertentu

Ingatlah bahwa setiap helai rambut yang kita rawat atau warnai bisa menjadi cermin keimanan kita. Dengan niat yang tulus dan mengikuti tuntunan syariat, bahkan aktivitas sehari-hari seperti merawat rambut pun bisa bernilai ibadah.


Sumber: Penjelasan dari Ustaz Abdul Somad, Ustaz Khalid Basalamah, dan Buya Yahya tentang hukum mewarnai rambut dalam Islam

Artikel ini disusun untuk memberikan panduan praktis bagi umat Muslim yang ingin merawat penampilan sambil tetap menjaga ketaatan kepada ajaran agama.

_________________________________

Dapatkan Update Berita Terkini dari PUNGGAWANEWS, PUNGGAWALIFE, PUNGGAWASPORT, PUNGGAWATECH, PUNGGAWAFOOD,
Klik Disini jangan Lupa Like & Follow!
__________________________________