PUNGGAWANEWS – Dalam ajaran Islam, perlindungan terhadap harta benda merupakan salah satu prinsip fundamental yang dijunjung tinggi. Menjarah (ghasb), atau mengambil harta orang lain secara paksa dan tanpa izin, adalah perbuatan yang diharamkan secara mutlak. Larangan ini berlaku tanpa terkecuali, bahkan di saat seseorang berada dalam kondisi terpaksa atau sangat sulit sekalipun. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa setiap harta milik individu memiliki kehormatan dan tidak boleh dilanggar dengan cara yang tidak sah.

Namun, Islam juga merupakan agama yang penuh dengan rahmat dan memahami kondisi darurat yang bisa menimpa manusia. Para ulama bersepakat bahwa dalam situasi kelaparan ekstrem (darurat) yang mengancam nyawa, seseorang diperbolehkan mengambil makanan dari orang lain sekadar untuk bertahan hidup. Kondisi ini berbeda dengan penjarahan, karena niat utamanya bukan untuk mengambil harta, melainkan untuk menyelamatkan nyawa.


Kondisi Darurat dan Syarat Pengambilan Harta

Banyak dalil yang mendukung kaedah ini, di antaranya ayat,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (QS. An Nisa’: 29). Ayat ini menunjukkan tidak bolehnya merampas harta orang lain kecuali dengan jalan suka sama suka atau saling ridho.

Begitu pula dalam ayat lain disebutkan,

وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (QS. Al Baqarah: 190). Pencurian dan perampasan tentu saja termasuk tindakan melampaui batas.

Tindakan ini tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada beberapa syarat ketat yang harus dipenuhi:

  1. Hanya Boleh Mengambil Seperlunya: Harta yang diambil harus sebatas untuk menghilangkan rasa lapar dan menyelamatkan nyawa. Tidak boleh berlebihan, apalagi sampai menimbun atau mengambil lebih dari yang dibutuhkan.
  2. Bertanggung Jawab untuk Mengganti: Setelah kondisi darurat berakhir dan keadaan kembali normal, orang yang mengambil makanan wajib bertanggung jawab untuk mengganti harta tersebut kepada pemiliknya.
  3. Tidak Boleh Merusak atau Membahayakan: Cara pengambilan harus dilakukan tanpa kekerasan atau merusak harta benda orang lain. Tujuannya adalah bertahan hidup, bukan menciptakan kerusakan atau menimbulkan bahaya baru.

Kezaliman yang Dilarang

Meskipun ada kelonggaran dalam kondisi darurat, menjarah dalam arti luas, yaitu mengambil secara paksa dan berlebihan, tetap dilarang keras. Harta benda memiliki perlindungan hukum yang kuat dalam syariat Islam, dan mengambilnya secara sewenang-wenang dianggap sebagai kezaliman.

Bahkan dalam situasi perang sekalipun, Nabi Muhammad SAW telah melarang umatnya untuk menjarah harta warga sipil. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya Islam memandang hak kepemilikan dan melarang tindakan kekerasan yang bertujuan mengambil harta orang lain.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Islam membedakan dengan jelas antara tindakan darurat yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, dan perbuatan penjarahan yang merupakan bentuk kezaliman. Islam mengakui kondisi darurat, namun tidak pernah membenarkan tindakan menjarah secara umum.

_________________________________

Dapatkan Update Berita Terkini dari PUNGGAWANEWS, PUNGGAWALIFE, PUNGGAWASPORT, PUNGGAWATECH, PUNGGAWAFOOD,
Klik Disini jangan Lupa Like & Follow!
__________________________________