PUNGGAWANEWS, Gaza — Ketegangan kembali membara di Jalur Gaza. Sedikitnya 79 warga Palestina dilaporkan meninggal dunia akibat gempuran militer Israel pada Sabtu (14/6). Banyak dari korban ditemukan di sekitar area distribusi bantuan milik Gaza Humanitarian Foundation (GHF), lembaga kemanusiaan yang kontroversial karena mendapat dukungan dari Amerika Serikat dan Israel.

Dikutip dari Reuters menyebutkan bahwa tim medis dari RS Al-Awda dan Al-Aqsa mengonfirmasi kematian sedikitnya 15 warga sipil saat mereka mencoba mendekati titik distribusi GHF di Koridor Netzarim. Kawasan ini dijuluki warga sebagai “lokasi eksekusi” karena kerap menjadi sasaran tembakan.

Walaupun distribusi bantuan oleh GHF resmi dihentikan sejak Sabtu, ribuan warga masih memadati wilayah tersebut, terdesak oleh kelangkaan pangan yang makin parah. Seorang jurnalis lokal kepada Al Jazeera menyebut bahwa masyarakat Gaza sudah “tak punya pilihan lain” selain mengambil risiko besar demi bertahan hidup.

Sejak akhir Mei 2025, lebih dari 270 warga Gaza tewas dan lebih dari 2.000 orang terluka di area distribusi GHF, berdasarkan data yang dihimpun dari Reuters dan Al Jazeera. Sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Israel maupun GHF terkait peristiwa terbaru tersebut.

GHF dipimpin oleh Johnnie Moore, mantan penasihat kampanye Donald Trump. Model penyaluran bantuan GHF telah menuai kecaman dari berbagai lembaga kemanusiaan internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa karena dinilai berpihak dan meningkatkan risiko keamanan di lapangan. Sebaliknya, pemerintah Israel dan AS menuduh Hamas menyalahgunakan distribusi bantuan, meski belum ada bukti konkret yang mendukung klaim itu.

Sementara itu, militer Israel secara terbuka menyatakan dukungan terhadap kelompok kriminal bersenjata di Gaza untuk melawan dominasi Hamas. Namun, kelompok-kelompok tersebut diduga justru menjarah bantuan dan memperkeruh situasi di lapangan.

Di sisi lain, militer Israel mengeluarkan perintah evakuasi bagi warga di Khan Younis, Abasan, dan Bani Suheila untuk berpindah ke arah barat, menuju wilayah yang disebut sebagai “zona kemanusiaan.” Namun, laporan dari OCHA (Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan) menyebutkan bahwa lebih dari 80 persen wilayah Gaza kini berada dalam status militerisasi atau pengungsian paksa. Sejak Februari 2025, tercatat lebih dari 665 ribu orang kembali menjadi pengungsi.

Serangan udara dan artileri dari pihak Israel terus berlangsung dengan alasan pengejaran kelompok bersenjata. Namun demikian, kondisi warga sipil Gaza justru semakin memburuk dari hari ke hari.

Sumber: Reuters, AP News, Al Jazeera, OCHA (PBB)