PUNGGAWANEWS, JAKARTA – Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Agus Suryonugroho, membekukan sementara penggunaan strobo dan sirene dalam kegiatan pengawalan pejabat. Keputusan kontroversial ini diambil di tengah peringatan Hari Ulang Tahun ke-70 Lalu Lintas Bhayangkara sebagai respons atas kritik masyarakat yang semakin vokal di era digital.
“Saya bekukan bukan saya tarik,” tegas Kakorlantas dalam briefing dengan seluruh personel. Pembekuan ini bukan berarti pencabutan total—dalam kondisi darurat, pengawalan tetap dapat dilakukan namun tanpa atribut yang kerap memancing kontroversi tersebut.
Dilema Digital
Era digitalisasi media sosial telah mengubah lanskap operasional Polantas. Video-video viral penggunaan strobo dan sirene yang dianggap berlebihan kerap menuai kritik pedas netizen. Kakorlantas mengakui fenomena ini tidak bisa diabaikan.
“Di era digitalisasi, di era media seperti ini, hati-hati pada saat magrib. Dengan situasi apapun tidak boleh Anda pakai sirene,” ujarnya dengan nada tegas. Larangan serupa juga berlaku untuk waktu Isya.
Keputusan ini mencerminkan dilema klasik: kebutuhan operasional versus persepsi publik. Beberapa pejabat bahkan sudah menelepon Kakorlantas meminta tetap dikawal, namun di sisi lain, masyarakat menunjukkan antipati terhadap penggunaan atribut pengawalan.
Transformasi Budaya Kerja
“Kami tidak bangga untuk melakukan penegakan hukum. Senyum adalah marka utama,” kata Kakorlantas, mencerminkan pergeseran paradigma dari citra galak menuju sosok yang lebih humanis.
Program “Polantas Penyapa” dicanangkan sebagai bagian transformasi ini. Personel diarahkan untuk lebih dekat dengan masyarakat, mengenal lingkungan strategis, dan menghindari sikap arogan yang bisa “menjelek-jelekkan semuanya.”
Kakorlantas bahkan mengingatkan soal mental “cengeng” yang harus dihilangkan. “Jangan sampai motornya jelek ngadu ke yang dikawal minta ganti. Ini mental-mental yang tidak bagus,” kritiknya pedas.
SOP Baru di Lapangan
Dalam kondisi darurat, pengawalan masih dapat dilakukan dengan SOP yang diperbaharui:
- Tanpa sirene dan strobo
- Kecepatan dikurangi secara teknis
- Koordinasi wajib dengan Direktur Lalu Lintas
- Personel tetap standby di lokasi pejabat
“Ketika seseorang yang tidak dikawal sangat memerlukan untuk dikawal, tolong koordinasi minimal Kakorlantas tahu,” jelasnya mengenai mekanisme pengecualian.
Refleksi HUT ke-70
Momentum peringatan HUT Lalu Lintas Bhayangkara ke-70 dijadikan momen refleksi mendalam. Kakorlantas mengakui pentingnya evaluasi dan introspeksi atas kinerja yang telah dilakukan.
“Yang Anda kawal tidak pernah komplain, menilai Anda patut dipertahankan, menilai Anda profesional,” ujarnya menggambarkan standar ideal yang harus dicapai setiap personel.
Transformasi ini bukan sekadar penyesuaian teknis, melainkan revolusi budaya kerja menuju Polantas yang lebih profesional dan diterima masyarakat. Di tengah tuntutan transparansi dan akuntabilitas publik yang semakin tinggi, langkah Kakorlantas ini bisa jadi precedent penting bagi unit-unit kepolisian lainnya.




Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.