PUNGGAWA NEWS, Timur Tengah – Ketegangan di kawasan Timur Tengah kembali mencapai titik kritis. Serangkaian serangan udara, pertempuran bersenjata, serta blokade kemanusiaan di sejumlah wilayah memperparah kondisi kehidupan warga sipil. Di tengah sorotan dunia yang terbelah antara kepentingan politik dan narasi sepihak, jutaan masyarakat sipil justru menjadi korban utama dari konflik yang tak kunjung menemukan jalan damai.

Dalam sepekan terakhir, serangan udara intensif kembali mengguncang Gaza dan wilayah sekitarnya. Sementara di Yaman, laporan badan kemanusiaan menyebutkan lebih dari 17 juta orang masih menghadapi krisis pangan akut, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak. Situasi ini diperparah dengan lumpuhnya infrastruktur medis, kelangkaan air bersih, dan pembatasan akses bantuan internasional.

“Perhatian dunia seolah hanya terpaku pada perang, bukan pada korban. Padahal yang paling menderita adalah mereka yang tidak pernah memilih konflik: perempuan, anak-anak, warga sipil,” ujar seorang relawan kemanusiaan yang aktif di wilayah Rafah.

Kondisi politik di Lebanon dan Suriah pun turut mencerminkan situasi genting. Sementara negara-negara besar terus memainkan pengaruhnya, masyarakat lokal dipaksa bertahan di tengah krisis ekonomi, gangguan keamanan, dan minimnya jaminan sosial.

Pakar hubungan internasional menilai bahwa konflik di Timur Tengah tidak bisa lagi dilihat semata-mata sebagai pertarungan ideologi atau militer. “Ini soal kemanusiaan. Dunia internasional perlu menanggalkan kepentingan strategis dan mulai menempatkan warga sipil sebagai prioritas utama dalam setiap keputusan diplomatik,” kata Dr. Faizal Madani, analis geopolitik dari Jakarta.

Sementara itu, seruan solidaritas terus mengalir dari berbagai penjuru dunia. Aksi damai, petisi digital, hingga kampanye donasi digelar oleh kelompok masyarakat sipil untuk menekan pemimpin dunia agar segera mengupayakan gencatan senjata dan membuka ruang dialog yang adil dan setara.

Kawasan Timur Tengah kini tidak hanya menjadi ladang konflik antarnegara, tetapi juga cermin dari wajah kemanusiaan global. Di tengah krisis yang terus berlangsung, publik internasional didorong untuk tidak tinggal diam. Sebab lebih dari sekadar isu geopolitik, yang dipertaruhkan adalah nyawa manusia dan masa depan generasi berikutnya.